Beberapa Pengertian Dasar
Penyakti tidak menular disebut sebagai
Penyakit Kronik karena bersifat kronik atau menahun/alias
berlangsung lama, tapi ada juga yg kelangsungannya mendadak (misalnya saja
keracunan), sementara yang berlangsung lama misalnya penyakit kangker, Hipertensi, DM dll.
Penyakit Tidak Menular disebut jugas sebagai Penyakit
Non Infeksi karena penyebabnya bukan
mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam
terjadinya penyakit tidak menular misalnya luka karena tidak diperhatikan bisa
terjadi infeksi.
Penyakit Tidak Menular disebut juga sebagai New
Communicable Diseases karena
dianggap dapat menular melalui gaya hidup, gaya hidup dapat menyangkut pola
makan, kehidupan seksual misalnya kanker servik. Penyakit tidak menular adalah
Penyakit degeneratif karena berhubungan dengan proses degenerasi
(ketuaan).
Pengertian-pengertian dasar
ini harus difahami dengan baik. Intinya atau subtansinya dalam epidemiologi
penyakit tidak menular adalah ditemukannya penyebab dalam hal ini atau yang
dipakai adalah istilah ditemukannya FAKTOR RESIKO sebagai faktor penyebab.
AKUT
|
KRONIK
|
|
Infeksi
|
•
Pnemonia
•
Tifus
|
• Tuberkulosis
• Lepra
|
Non infeksi
|
•
Keracunan
•
Kecelakaan
|
• Hipertensi
• PJK, DM, degeneratif lainnya
|
Latar Belakang Perubahan Pola Penyakit
1. Pola penyakit ini berubah dikarenakan adanya perubahan
sturktur masyarakat. Masyarakat yang dahulu bercocok tanam (Agraris),
berubah menjadi Industri
2. Perubahan struktur penduduk yaitu penurunan anak-anak usia
muda dan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan program
Keluargan Berencana (KB)
3. Keberhasilan Perbaikan sanitasi lingkungan untuk mencegah
penyakit menular
4. Peningkatan tenaga kerja wanita karena emansipasi
5. Peningktan pelayanan kesehatan dalam memberantas penyakit
infeksi dan meningkatkan life expectansi (umur harapan hidup) dari 54,4 pada
tahun 1980 (SP 1980) menjadi 69,8 pada tahun 2012 (BPS 2013).
Kondisi
riil saat ini :
Indonesia dalam
beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple burden diseases.
Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih
sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu, munculnya kembali beberapa
penyakit menular lama (re-emerging diseases), serta munculnya
penyakit-penyakit menular baru (new-emergyng diseases) seperti
HIV/AIDS, Avian Influenza (Flu Burung), Flu Babi dan Corona. Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya kecenderungan
yang semakin meningkat.
Penyakit Tidak
Menular (PTM) di Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan yang
signifikan pada tahun 2030. Sifatnya yang kronis dan menyerang usia produktif,
menyebabkan permasalahan PTM bukan hanya masalah kesehatan saja, akan tetapi
mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional jika tidak dikendalikan secara tepat,
benar dan kontinyu.
Penyakit
Tidak Menular perlu di pelajari lebih lanjut karena menyebar luas secara globa
dan merupakan penyebab utama kematian
Data
dunia menunjukan 80% kematian akibat penyakit kardiovaksuler (PKV), DM dan
penyakit paru obstruksi kronik terjadi pada negara berpendapatan rendah dan
menegah. 29% kematian terjadi pada kelompok usia di bawah 60 tahun.
Berbagai penelitian menunjukan dari 10 penyebab utama
kematian, dua diantaranya adalah penyakit jantung dan stroke. Keadaan ini
terjadi di seluruh dunia, baik negara maju, maupun di negara dengan ekonomi
rendah /menengah. Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi penyakit tidak
menular telah mendorong lahirnya berbagai inisiatif di tingkat global dan
regional. Pertemuan tahunan World Health Organization (WHO) - World Health
Assembly (WHA) pada tahun 2000 telah melahirkan kesepakatan tentang Strategi
Global dalam penanggulangan penyakit tidak menular, khususnya di negara
berkembang. Strategi ini bersandar pada 3 pilar utama yaitu surveilans,
pencegahan primer, dan penguatan sistem layanan kesehatan
Penyakit tidak menular secara global telah mendapat
perhatian serius dengan masuknya penyakit tidak menular sebagai salah satu
target dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 khususnya pada Goal 3:
Ensure healthy lives and well-being. SDGs 2030 telah disepakati secara formal
oleh 193 pemimpin negara pada UN Summit yang diselenggarakan di New York pada
25-27 September 2015. Hal ini didasari pada fakta yang terjadi di banyak negara
bahwa meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup juga diiringi dengan
meningkatnya prevalensi obesitas, kanker, penyakit jantung, diabetes, gangguan
indera dan fungsional, serta penyakit kronis lainnya. Penanganan penyakit tidak
menular memerlukan waktu yang lama dan teknologi yang mahal, dengan demikian
penyakit tidak menular memerlukan biaya yang tinggi dalam pencegahan dan
penanggulangannya.
Publikasi World Economic Forum April 2015 menunjukkan bahwa
potensi kerugian akibat penyakit tidak menular di Indonesia pada periode
2012-2030 diprediksi mencapai US$ 4,47 triliun, atau 5,1 kali GDP 2012.
Masuknya penyakit tidak menular ke dalam SDGs 2030
mengisyaratkan penyakit tidak menular harus menjadi prioritas nasional yang
memerlukan penanganan secara lintas sektor.
Indonesia juga mengalami eskalasi penyakit tidak menular
yang dramatis. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2013 menunjukkan
bahwa telah terjadi peningkatan secara bermakna, diantaranya prevalensi
penyakit stroke meningkat dari 8,3 per mil pada 2007 menjadi 12,1 per mil pada
2013. Lebih lanjut diketahui bahwa 61 persen dari total kematian disebabkan
oleh penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes dan PPOK. Tingginya prevalensi
bayi dengan BBLR (10%, tahun 2013) dan
lahir pendek (20%, tahun 2013), serta tingginya stunting pada anak balita di
Indonesia (37,2%, 2013) perlu menjadi perhatian oleh karena berpotensi pada
meningkatnya prevalensi obese yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian
penyakit tidak menular. Dengan demikian, penanggulangan penyakit tidak menular
juga perlu mengintegrasikan dengan upaya-upaya yang mendukung 1000 hari pertama
kehidupan (1000 HPK).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular, sejalan dengan pendekatan WHO terhadap
penyakit penyakit tidak menular Utama
yang terkait dengan faktor risiko bersama (Common Risk Factors). Di tingkat
komunitas telah diinisiasi pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
penyakit tidak menular dimana dilakukan deteksi dini faktor risiko, penyuluhan
dan kegiatan bersama komunitas untuk menuju Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pada tingkat pelayanan kesehatan juga telah dilakukan penguatan dari puskesmas
selaku kontak pertama masyarakat ke sistem kesehatan. Disadari bahwa pada saat
ini sistem rujukan belum tertata dengan baik dan akan terus disempurnakan
sejalan dengan penyempurnaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
merupakan bentuk implementasi dari Universal
Health Coverage (UHC) dan diterapkan sejak 1 Januari 2014. Namun demikian
hal diatas belum cukup karena keterlibatan multi-sektor masih terbatas.
Dikenali bahwa penyakit tidak menular amat terkait kepada Social Determinants
for Health, khususnya dalam faktor risiko terkait perilaku dan lingkungan.
Peran dan Tujuan Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular
EPTM secara garis besar berperan dalam mengumpulkan,
menganalisis, mengolah dan menyampaikan informasi penyakit tidak menular secara
spesifik (meliputi informasi medis, ekonomis, distribusi, dan faktor risiko).
Dalam
kajian penyakit tidak menular, seorang epidemiologis dapat :
1. Menilai beban penyakit tidak menular (burden chronic disease) sepanjang hidup seseorang;
2. Menginformasikan kebijakan dan program berbasis bukti (evidence-based programmatic) dalam
rangka pencegahan dan pengontrol penyakit tidak menular; dan
3. Meningkatkan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
pengkajian isu-isu PTM yang berhubungan dengan usia pasien, disparitas
pelayanan kesehatan, determinan sosial penyakit, dan ketidakadilan pelayanan
kesehatan.
Dalam kaitannya dengan PTM, studi epidemiologi memberi
manfaat bagi kajian PTM, antara lain:
a.
Memberikan prinsip dasar dalam pengontrolan PTM
b.
Merupakan alat dalam menentukan penyebab PTM;
c.
Memungkinkan praktisi kesehatan menentukan prioritas
PTM dan faktor risiko berdasarkan orang, tempat, dan waktu; dan
d.
Menghasilkan metode untuk mengevaluasi program dan
kebijakan kesehatan bagi komunitas atau klinis.
Tantangan pengembangan program pengendalian PTM :
1.
PTM dipandang sebagai bukan kejadian “krisis
nasional”, krn hasil program pencegahan
diperoleh jangka panjang
2.
Masyarakat lebih suka menghindari risiko yang tidak disadari
seperti menghindari paparan bahan kimia, dibandingkan menghindari risiko yang
disadari seperti merokok, meskipun disadari memberi andil yang besar terhadap
beban penyakit kronis.
3.
Banyak komunitas masyarakat yang tidak dapat mengakses
dan mengetahui data tentang PTM dan faktor risikonya, yang berguna sebagai
pedoman dalam menentukan tujuan dan evaluasi program kesehatan
4.
Sumberdaya yang dialokasikan (seperti pendanaan) tidak
cukup untuk menunjang program pengendalian PTM
5.
Banyak komunitas masyarakat yang tidak dapat mengakses
dan mengetahui data tentang PTM dan faktor risikonya, yang berguna sebagai
pedoman dalam menentukan tujuan dan evaluasi program kesehatan
6.
Sumberdaya yang dialokasikan (seperti pendanaan) tidak
cukup untuk menunjang program pengendalian PTM
7. Dalam RAN PP-PTM (Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Penyakit
Tidak) disebutkan bahwa
Indonesi berkomitmen untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas PTM melalui
intensifaksi pencegahan dan pengendalian PTM, melalui indikator-indikator yang
tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
yaitu :
a) Menurunkan prevalensi tekanan darah tinggi pada usia 18
tahun keatas menjadi 23,4%
b) Mempertahankan proporsi obesitas penduduk usia 18 tahun ke
atas tetap pada angka 15,4
c) Menurunkan prevalensi merokok penduduk usia ≤ 18
tahunmenjadi 5,4%.
Tantangan
pencapaian Indikator RPJM
• Belum optimalnya dukungan politis terhadap program PP-PTM
yang ditandai dengan komitmen masih belum optimal di tingkat pusat dan daerah,
kerjasama lintas program dan lintas sektor yang belum optimal serta belum
terimplementasinya Healtih in All policies (HiAP) dengan baik
• Perilaku masyarakat yang beresiko terjadinya PTM masih
memprihatinkan, diindikasikan dengan masih tingginya proporsi penduduk yang:
ü Mengkonsumsi garam, gula, lemak yang berlebih serta kurang
mengkonsumsi sayur dan buah.
ü Kurang aktifitas fisik
ü Mengkonsumsi produk tembakau
ü Mengkonsumsi alkohol secara berbahaya
ü Kapasitas pelayanan kesehatan untuk PTM belum optimal yang
menyebabkan masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan PTM yang
berkualitas
ü Msaih kurang ketersediaan data untuk manajemen program yang
bermutu sebagai akibat dari masih lemahnya sistem survailans PTM dan faktor
resikonya
Strategi
PP-PTM
Straregi
PP-PTM nasional bersandar pada 4 pilar utama yaitu :
1) Advokasi dan kemitraan
2) Promosi kesehatan dan penurunan faktor resiko
3) Penguatan sistem pelayanan kesehatan
4) Survailan, monitoring, evaluasi dan riset
REFRENSI
Koes Irianto, 2014 Epidemiologi
Penyakit Menular dan Tidak Menular, Jakarta; Alvabeta
MN Bustan, 2015. Manajemen
Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta; Rineka Cipta
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No 5 Tahun
2017. Tentang Rencana Aksi Penanggulangan Penyakit Tidak Menular tahun
2015-2019.pdf
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No 71 Tahun
2015. Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.pdf